ANEMIA GIZI
Anemia gizi sangat umum dijumpai di
Prevalensi anemia gizi yang tinggi ini dapat membawa akibat negative seperti : 1) Rendahnya kemampuan kerja jasmani dan produktivitas kerja, 2) Rendahnya kemampuan intelektual, dan 3) Rendahnya kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan tingginya angka kesakitan. Dengan demikian konsekwensi fungsional dari anemia gizi menyebabkan turunnya kualitas sumber daya manusia (Husaini, 1989).
Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) didalam darah lehih rendah daripada nilai normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin, seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Batas Normal Kadar Hemoglobin
Kelompok | Umur | Hemoglobin (g/100 ml) |
Anak | 6 bulan s/d 6 tahun 6 tahun s/d 14 tahun | 11 12 |
Dewasa | Laki-laki Wanita Wanita hamil | 13 12 11 |
Sumber : WHO, 1972.
Kebanyakan orang-orang mempunyai Hb sedikit lebih rendah daripada batas tersebut diatas, belum menunjukkan gejala-gejala anemia dan masih kelihatan berada dalam keadaan kesehatan yang baik. Untuk menggolongkan anemia lebih lanjut menjadi anemia ringan, anemia sedang dan anemia berat, belum ada keseragaman mengenai batasan-batasannya. Hal ini disebabkan oleh antara lain perbedaan kelompok umur, kondisi penderita, komplikasi dengan penyakit lain, keadaan umum gizi penderita, lamanya menderita anemia, dan lain-lain yang sulit dikelompokkan. Tetapi yang adalah bahwa semakin rendah kadar Hb, makin berat anemia yang diderita (Husaini, 1989).
1. Kehilangan darah karena pendarahan.
2. Pengrusakan sel darah merah.
3. Produksi sel darah merah tidak cukup banyak.
Diantara ketiga macam faktor penyebab anemia tersebut, maka anemia yang merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah anemia yang disebabkan oleh faktor terakhir yaitu anemia gizi. (Husaini, 1989)
Anemia gizi yang paling umum ditemukan di masyarakat adalah anemia karena kekurangan zat besi yang disebut anemia kurang besi. Pada wanita hamil dan bayi premature, kekurangan asam folat merupakan salah satu faktor kontribusi terhadap terjadinya anemia gizi. Pada orang yang sering mengalami malabsorpsi, kekurangan vitamin B12 merupakan salah satu penyebab anemia gizi. Dipandang dari segi kesehatan praktis, anemia gizi selalu diasosiasikan sebagai anemia kurang besi, karena kekurangan asam folat dan vitamin B12 yang jarang ditemukan pada masyarakat biasa.
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Besi
1. Asupan zat besi dalam makanan
Macam bahan makanan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 2. Hati adalah bahan makanan yang paling banyak mengandung zat besi. Daging juga banyak mengandung zat besi. Dari bahan makanan yang berasak dari tumbuh-tumbuhan, maka kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang koro, buncis serta sayuran hijau daun mengandung banyak zat besi.
Selain dari pada banyaknya zat besi yang tersedia didalam makanan, juga perlu diperhatikan Faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi, antara lain macam-macam bahan makanan itu sendiri. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah yang dapat diabsorpsi hanya sekitar 1-6 %, sedangkan zat besi yang berasal dari hewani 7-22 %. Didalam campuran susunan makanan, adanya bahan makanan hewani dapat meninggikan absorpsi zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Faktor ini mempunyai arti penting dalam menghitung jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh masyarakat yang tak mampu, yang jarang mengkonsumsi bahan makanan hewani. (Husaini, 1989)
Tabel 2. Zat Besi Dalam Bahan Makanan
No. | Bahan Makanan | Zat Besi (mg/100 g) |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. | Hati Dafing Sapi Ikan Telur Ayam Kacang-kacangan Tepung Gandung Sayuran Hijau Daun Umbi-umbian Buah-buahan Beras Susu Sapi | 6,0 sampai 14,0 2,0 sampai 4,3 0,5 sampai 1,0 2,0 sampai 3,0 1,9 sampai 14,0 1,5 sampai 7,0 0,4 sampai 18,0 0,3 sampai 2,0 0,2 Sampai 4,0 0,5 sampai 0,8 0,1 sampai 0,4 |
Sumber : Davidson, dkk, 1973 dalam Husaini, 1989
Zat besi didalam bahan makanan dapat berbentuk hem yaitu berikatan dengan protein atau dalam bentuk nonhem yaitu senyawa besi organic yang kompleks. Ketersediaan zat besi untuk tubuh kita dapat dibedakan antara hem dan nonhem ini. Zat besi hem berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang hanya terdapat dalam bahan makanan hewani, yang dapat diabsorpsi secara langsung dalam bentuk kompleks zar besi phorphyrin (“iron phorphyrin kompleks”). Jumlah zat besi hem yang diabsorpsi lebih tinggi daripada nonhem. Untuk seseorang yang cadangan zat besi dalam tubuhnya rendah, zat besi hem ini dapat diabsorpsi lebih dari 35 %, sedangkan buat orang yang simpanan zat besinya cukup banyak (lebih dari 500 gram) maka absorpsi zat besi hem ini hanya kurang lebih 25 %. Dari hasil analisa bahan makanan didapatkan bahwa sebanyak 30 – 40 % zat besi didalam hati dan ikan, serta 50-60 % zat besi dalam daging sapi, kambing, dan ayam adalah dalam bentuk hem. (Cook, dkk dalam Husaini, 1989).
Zat besi nonhem pada umumnya terdapat didalam bahan makanan yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan dan serealia, dan dalam jumlah yang sedikit daging, ikan dan telur. Zat besi nonhem didalam bentuk kompleks inorganic Fe3+ dipecah pada waktu percernaan berlangsung dan sebagian dirubah dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih siap diabsorpsi. Konversi Fe3+ menjadi Fe2+ dipermudah oleh adanya faktor endogenus seperti HCl dalam cairan sekresi gastric, komponen zat gizi yang berasal dari makanan seperti vitamin C, atau daging, atau ikan.
Zat gizi yang telah dikenal luas dan sangat berperanan dalam meningkatkan absorpsi zat besi adalah vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi nonhem sampai empat kali lipat.Vitamin C dengan zat besi mempunyai senyawa ascorbat besi kompleks yang larut dan mudah diabsorpsi, karena itu sayur-sayuran segar dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C baik dimakan untuk mencegah anemia .
Selain faktor yang meningkatkan absorpsi zat besi seperti yang telah disebutkan, ada pula faktor yang menghambat absorpsi zat besi. Faktor-faktor yang menghambat itu adalah tannin dalam the, phosvitin dalam kuning telur, protein kedelai, phytat, fosfat, kalsium, dan serat dalam bahan makanan (Monsen and Cook dalam Husaini, 1989). Zat-zat gizi ini dengan zat besi membentuk senyawa yang tak larut dalam air, sehingga lebih sulit diabsorpsi. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan lauk-pauk, akan dapat menjadi anemia walaupun zat besi yang dikonsumsi dari makanan sehari-hari cukup banyak. Kecukupan konsumsi zat besi Nasional yang dianjurkan untuk anak balita berumur 1-3 tahun adalah 8 mg, sedangkan untuk anak balita berumur 4-6 tahun adalah 9 mg (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2003)
2. Pengetahuan
Tan (1979) mengatakan bahwa pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap terhadap pangan dan kebiasaan makan. Semakin sering suatu bahan pangan dikonsumsi dan semakin berat pangan tersebut dimakan, maka semakin besar peluang pangan tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau masyarakat.
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat penting peranannya dalam menentukan asupan makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, masyarakat akan tahun bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan. Memperbaiki konsumsi pangan merupakan salah satu bantuan terpenting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu penghidupan (Suhardjo, 1986).
3. Pendidikan
Menurut Hidayat (1980), tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam kuantitas dan kualitas dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya (Soekirman, 1985). Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Hal ini disebabkan karena keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal-hal yang baru untuk pemeriksaan kesehatan anaknya (Emelia, 1985 dalam Ginting, M, 1997).
Faktor pendidikan mengakibatkan perubahan perilaku dan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan inovasi baru, dalam hal ini perilaku makan yang sesuai dengan anjuran gizi (Pranadji, 1988)
4. Pendapatan
Peningkatan pendapatan rumah tangga terutama bagi kelompok rumah tangga miskin dapat meningkatkan status gizi, karena peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka mampu membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang lebih baik. Keadaan ekonomi merupakan factor yang penting dalam menentukan jumlah dan macam barang atau pangan yang tersedia dalam rumah tangga. Bagi Negara berkembang pendapatan adalah factor penentu yang penting terhadap status gizi.
Menurut Mosley dan
Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya (Hardinsyah & Suhardjo, 1987)
5. Frekuensi Makan
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sector yang terkait.
Pola asuh merupakan suatu sistem atau tata cara seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan terutama memberi makan dan merawat anak dengan baik. Menurut Nasedul dalam Sudarmiati (2006) semua orang tua harus memberikan hak untuk bertumbuh. Semua anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh secara penuh, tumbuh sesuai dengan apa yang mungkin dicapainya, bertumbuh sesuai dengan kemampuan tubuhnya.
Salah satu factor yang paling penting untuk meningkatkan status gizi adalah konsumsi makanan. Semakin baik konsumsi atau asupan zat gizi maka semakin besar kemungkinan terhindar dari status gizi yang kurang atau buruk, baik dari segi jumlah maupun dari segi frekuensi makanan yang dikonsumsi.
Frekuensi makan pada keluarga di
6. Jenis Bahan Makanan
Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi Departemen
Setiap bahan makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula baik jenis maupun jumlahnya. Baik secara sadar maupun tidak sadar manusia mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan demikian jelas bahwa tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan (Suhardjo, 1992).
Berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh dapat digolongkan kedalam enam macam yaitu (1) karbohidrat, (2) protein, (3) lemak, (4) vitamin, (5) mineral dan (6) air. Sementara itu energi yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dari hasil pembakaran karbohidrat, protein dan lemak di dalam tubuh. Di alam ini terdapat berbagai jenis bahan makanan baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut pangan nabati maupun yang berasal dari hewan yang dikenal sebagai pangan hewani (Suhardjo, 1992).
Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka timbul ketidakseimbangan antara masukan zat-zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi jenis makanan lain diperoleh sehungga masukan zat-zat gizi menjadi seimbang. Jadi, untuk mencapai masukan zat-zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan (Khumaidi, 1994).
`
1 Komentar:
horas tulang. diatei tupa ma domma roh ham hu simalungun bloggers club (SBC). malas uhur, lambin bahat ma namin halak simalungun simada blog. ia au, eben siadari do. par sarimatondang, sidamanik, panogolan ni simalungun, tinubuhni inang boru damanik. lalap-lalaphu do mambahen SBC ai, andohar dong sidalian ni halak simalungun manisei samah halak simalungun. sonai ma lobei, tabei ma bamu.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda